Saturday, August 30, 2014

Passion


"Bro, gue habis baca buku keren banget"

Tiba-tiba statement itu keluar dari mulut teman saya, Akbar. Saya dan Akbar adalah teman satu kos, dimana kami sering berdiskusi mengenai buku yang kami suka. Ketika saya tanya "Buku apa Bar?", dia hanya menjawab "Ntar aja gue kasih tau".

Beberapa hari kemudian, Akbar pindah kos. Saya membantunya mengurus berbagai keperluan, hingga akhirnya proses pindah kos selesai. Saat saya sedang tiduran di kamar Akbar yang baru karena capek seharian angkat-angkat barang, tiba-tiba Akbar menyodorkan sebuah buku

"Ini buku keren yang gue maksud, baca deh"

Itu adalah buku karangan Rene Suhardono #UltimateU2. Saya sedikit tahu tentang Rene. Seorang teman saya pernah bercerita tentang dia sebelum ini. Seketika itu saya tanyakan ke Akbar,

"Emang lo yakin ya kalo dengan passion lo bisa sukses dan kaya?"

dia cepat menjawab

"Jelas!"

Dan sepanjang malam saya habiskan untuk membaca buku tersebut.
Dari buku itu saya menjadi semakin mengerti makna "passion". Sebenarnya saya sudah lama mengetahui dan mempraktekan tentang passion, namun saya hanya tidak tahu hal tersebut ternyata adalah sebuah "passion".

Apakah Passion bisa membuat kita sukses?

Coba saya ceritakan dua sosok yang membuktikan hal tersebut, beliau adalah Bapak Yoyok Heri W, Owner dari warung makan Spesial Sambal dan satunya adalah Bapak Abdul Hamid Batubara, mantan CEO Chevron, CEO idola saya yang darinya saya banyak belajar arti ketulusan.

Saya berkesempatan bertemu dengan pak Yoyok saat acara Meet The CEO yang diadakan oleh StudentsxCEOs Yogyakarta, dimana saya adalah Person in Charge dari acara tersebut. Pak Yoyok memiliki background akademis yang cukup kuat sebetulnya, dia sempat berkuliah di Teknik Kimia UGM yang merupakan jurusan dengan passing grade yang tinggi dan terkenal dengan jurusan yang sulit untuk dimasuki maupun keluar dari sana. 

Saat kuliah, pak Yoyok aktif di berbagai organisasi, bahkan kata beliau, logo HMTK adalah buah tangan darinya. Di saat menjadi mahasiswa, beliau juga mencoba bisnis EO, namun ternyata gagal.

Pada akhirnya, dia memilih untuk menuruti kata hatinya, yaitu "Memasak". Pak Yoyok suka sekali memasak, ia sangat suka bereksperimen dengan bumbu-bumbu yang ada di dapur. "Memasak" adalah panggilan hatinya. Suatu bidang yang sangat jauh dari background studinya. "Teknik Kimia" dan "Memasak" adalah suatu hal yang sangat berbeda, mungkin hanya memiliki persamaan sama-sama "meracik bumbu", yang satunya meracik bumbu kimia, yang satunya meracik bumbu makanan. 

Akhirnya, ia nekat membuka warung makanan sambal di pinggir jalan. Banyak cerita yang ia lalui saat merintis usahanya, mulai dari DO, diusir oleh Satpol PP, sampai bekerja tanpa digaji setahun penuh. Itu dilakukanya dengan ihklas, karena memang dia tidak sedang bekerja atau mencari uang, namun dia sedang melakukan aktivitas yang benar-benar dia suka, "Memasak".

Hingga akhirnya kini beliau mampu membuktikan bahwa dengan passion dia bisa sukses. Pak Yoyok kini sudah memiliki 1800an karyawan, 50an outlet di seluruh Indonesia dan omzet miliaran rupiah tiap bulannya.

Jika Anda semua berkunjung ke Jogja, sempatkanlah mampir ke warung beliau, pastilah Anda akan menemukan warung yang sangat ramai dikunjungi para pecinta kuliner.

Cerita yang sedikit berbeda, datang dari Pak Abdul Hamid Batubara. Kesempatan bertemu dengan beliau saya dapatkan ketika saya mengikuti program Meet The CEO yang diadakan oleh StudentsxCEOs Bandung. Dalam forum tersebut, Pak Abdul bercerita bahwa dia dulu adalah mahasiswa elektro ITB. Sementara, passion yang dimiliki oleh Pak Abdul tidak jauh-jauh dari background kuliahnya, yaitu "Teknologi Komputer".

Dia memilih Chevron karena pada waktu itu perusahaan tersebut memiliki teknologi komputer yang cukup canggih yang pastinya akan memuaskan hasrat Pak Abdul. Dan memang benar, ketika Pak Abdul diterima disana, beliau sangat suka mengutak atik komputer yang ada di depanya. Mempelajari banyak hal, bahkan pulang paling akhir dibanding teman-teman kantornya. Hal itu dilakukanya karena memang beliau suka dengan hal tersebut. Hingga waktu pun tidak terasa berjalan, seperti saat kita bermain game kesukaan kita, pastilah waktu akan cepat berlalu.

Karena didasarkan "passion", pak Abdul menjadi "lebih tahu" dibandingkan teman-teman yang lain. Akhirnya beliau beberapa kali ditunjuk menjadi project leader. Dan saat itu Chevron menunjuk Pak Abdul untuk memimpin project berkaitan dengan jaringan komputer yang dipakai di perusahaan. Pada saat itu Pak Abdul kekeuh untuk menggunakan teknologi lokal, karena dia tahu bahwa teknologi tersebut tidak kalah dengan teknologi luar negeri dan memang lebih murah. Walaupun tidak mudah meyakinkan atasan tenang hal itu, bahkan beliau sempat ngotot-ngotot'an dengan atasan, akhirnya, beliau dapat membuktikan bahwa teknologi yang dirancang nya bersama dengan tim dapat digunakan di perusahaan. Bahkan teknologi yang di peloporinya, digunakan di Chevron Global.

Kedua sosok tersebut mengajarkan pada saya tentang arti sebuah "Passion", bermula dari hal yang disukai, akan menjadikan setiap orang terlontar potensinya. Tengoklah markas Google, ataupun Nutrifood, disana, kantor ditata sedemikian rupa, dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang menyenangkan, membuat karyawan merasa fun dan melejitkan potensi yang ada dari masing-masing individu.

Lalu, bagaimana jika kita belum menemukan passion kita?

Cobalah untuk melakukan banyak hal, menchallenge diri untuk keluar dari zona nyaman, mencoba hal-hal yang baru.

Saya mempunyai beberapa passion, salah satunya tentang "Youth Movement". Jujur saya sangat awam pada awalnya. Hampir 4 tahun saya kuliah, saya tidak familiar dengan hal tersebut. Barulah pada bulan Mei saya mencoba (dengan nekat) mengikuti Future Leader Summit di Semarang. Dari sana saya banyak belajar hal baru mengenai "Youth Movement", sepanjang acara saya ditampar oleh panitia, peserta dan pembicara conference bahwa saya ini masih sangat kurang bersyukur sekali. Banyak mahasiswa di luar sana yang sudah memulai untuk peduli dengan lingkungan sekitar.

Passion yang lain "Leadership", saya dapatkan dari kurang lebih 4 tahun mencoba untuk menjadi leader. 4 kali menjadi leader mengasah art of leadership saya. 

Apa jadinya jika saya tidak mencoba hal yang baru? Jika saya tidak mencoba mengikuti conference, maupun tidak mencoba memimpin organisasi, saya tidak akan mendapatkan dua passion saya tersebut.

So, what's your passion?? Go outside, try many things, do a lots of new activities and find yours. 

No comments:

Post a Comment