Wednesday, April 2, 2014

The Influence of People Around You


Saya punya teman, teman saya itu punya banyak sekali kegiatan dan prestasi, peraih IPK cumlaude, mahasiswa exchange, penerima beasiswa, pemenang lomba, co-founder gerakan mahasiswa, aktivis kegiatan sosial, mahasiswa berprestasi fakultas, berlatih karate dan memiliki hobi fotografi. Seseorang yang bisa saya kategorikan sebagai mahasiswa "awesome".

Saya juga punya teman lain, teman saya yang ini agak unik, IPK kurang, suka bolos kuliah, sering nonton, doyan jalan-jalan ke luar kota, sering ngajak main, dan santai.

Kedua teman saya tersebut memberikan influence bagi saya. Keduanya sama-sama memberikan inspirasi. Yang pertama memberikan saya inspirasi untuk memiliki target, kerja keras, aktif, dsb. Sementara yang kedua memberikan saya inspirasi untuk hidup santai, enjoy, menunda pekerjaan, dsb. 

Mahasiswa tidak lepas dari pengaruh teman. Menurut saya, teman sangat memiliki andil dalam perjalanan kehidupan selama menjadi mahasiswa. Memang terlihat sangat nyata sekali di lingkungan kampus saya. Dimana setiap mahasiswa memiliki kelompok (Geng) masing-masing. Ada yang kelompok doyan main, doyan nongkrong, doyan travelling, doyan karaoke, doyan makan-makan, doyan hedon, dsb. Namun ada pula kelompok yang doyan bisnis, doyan lomba, doyan exchange, doyan proyek, doyan ngampus, doyan nyari beasiswa, doyan dakwah, doyan organisasi, dsb.

Kebetulan saya masuk dalam kelompok yang doyan main. Jadi saya punya banyak teman yang hobi main ketimbang teman yang hobi bikin proposal PKM. Hal ini yang mempengaruhi ke-santai-an saya selama menjadi mahasiswa. Dan memang pengaruh dari teman saya sangat luar biasa. Kebetulan di awal perkuliahan saya berkenalan dengan teman-teman yang cenderung haha-hihi. Main ke pantai, karaoke sampai pagi, main kartu, touring, makan-makan, bolos kuliah, dll. Memang hidup dengan teman seperti ini sungguh menyenangkan, benar-benar santai, enjoy, tanpa beban dan bebas. Namun, jujur saya malah menjadi mahasiswa anti-mainsteam, namun bukan dalam hal positif, melainkan anti-mainstream yang negatif. Contohnya saat mahasiswa mainstream mencatat apa yang dosen katakan, saya malah tidur-tiduran. Saat mahasiswa mainstream mengerjakan tugas, saya mencontek tugas tersebut. Saat mahasiswa mainstream belajar jauh-jauh hari, saya belajar H-1 ujian,(terkadang malah H-1 jam).

Hingga sampai setahun belakangan, saya mencoba jalan yang berbeda. Saya mulai berkenalan dengan mahasiswa-mahasiswa dengan tipe yang berbeda, bertemu dan bekerjasama dengan pemuda yang on the right track. Hal ini menyadarkan saya bahwa selama ini saya terlalu nyaman. Dan lebih parahnya, saya baru sadar setahun belakangan ini. Memang terdakang muncul penyesalan. Namun semuanya sudah tidak dapat diputar kembali.

Lingkungan pergaulan sangat mempengaruhi kehidupan, terlebih kehidupan masa muda. Lingkungan yang lebih dominan dalam merubah sifat seseorang, terlebih lagi pemuda yang memang sedang getol mencari jati diri. Mahasiswa (sebagai pemuda) akan cenderung menyebut kata "teman" sebagai hal yang mempengaruhi kehidupannya. Pengaruhnya bisa positif, bisa negatif. Beruntunglah mahasiswa yang mendapatkan pengaruh positif dari teman-temanya. Seperti teman saya yang cukup "cemerlang", ketika saya ngobrol dengan dia, dia berkata

"Mas, asramaku (kebetulan tinggal di asrama) banyak orang hebatnya mas. Ketua BEM fakultas, ketua Keluarga Muslim Fakultas, ketua Pers Mahasiswa Fakultas ada disana. Three Musketeer istilahnya"

"Mas teman ku tiba-tiba ke Aussy, dikit-dikit pamitan ke Eropa, dikit-dikit pamitan ke Jepang, kapan ya mas saya nyusul?"

Dari penuturan dia, saya merasa bahwa dia dikelilingi oleh teman-teman yang memang memberinya influence positif. Tidak heran jika dia secara tidak sengaja tertular menjadi pribadi yang positif.

Gimana kalau sudah terlanjur "salah teman"?

Bisa dikatakan saya sudah dalam tahap "terlanjur". Tapi saya mencoba untuk mencari sisi positifnya. Terkadang berteman dengan teman yang doyan main memang berguna buat saya. Bisa menghilangkan rasa penat dan sebagai sarana refreshing. Memang saya rasa, kita harus bisa memposisikan diri dengan baik saat berteman. Sulit untuk bisa mengajak hal yang serius kepada teman-teman yang kurang serius, begitu pula saya tidak bisa mengajak main-main teman yang serius/mengejar prestasi. Dengan mengerti cara memposisikan diri, kita bisa mendapatkan benefit dari setiap pergaulan yang kita jalani. Selalu ambil sisi positifnya, dan jika memang keadaan dirasa lebih banyak merugikannya, saya lebih memilih untuk mengurangi intensitas paparan negatif tersebut. Memang terkadang persoalan "setia kawan" menjadi hal yang krusial dari sebuah pertemanan. Namun, saya pribadi merasa bahwa saya hidup bukan untuk teman saya, teman saya hidup juga bukan untuk saya. Tidak ada alasan bagi saya untuk menuntut teman saya apabila hal buruk terjadi pada saya, maka saya sangat menghindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaan. Saya lebih suka mandiri dalam menjalani kehidupan dan lebih suka DIBUTUHKAN ORANG LAIN, daripada MEMBUTUHKAN ORANG LAIN. Walau memang manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain, namun saya rasa membutuhkan orang lain itu dalam kadar sewajarnya saja, tidak boleh harus benar-benar terpengaruh pada orang lain. Kita memiliki jalan hidup masing-masing, dan pastinya setiap diri kita menginginkan jalan hidup yang positif.

So, bijaksana dalam memilih teman sangatlah penting. Idealnya, cari teman yang memang lebih banyak memberikan pengaruh positif daripada negatif, karena disadari atau tidak, pengaruh dari lingkungan akan dapat merubah kepribadian kita. Namun, bila dirasa sudah dalam tahap "salah teman", perlu tindakan yang bijaksana pula, karena memutus tali silaturahmi tetap saja bukan tindakan yang tepat.

No comments:

Post a Comment